Wednesday, March 3

Sistem Urinaria

Sistem urinaria terdiri dari organ ginjal beserta salurannya, ureter, vesika urinaria (buli-buli), dan uretra. Sistem urinaria memiliki fungsi utama untuk mengekskresikan sebagian besar produk akhir dari hasil metabolisme tubuh dalam bentuk urin dan mengatur keseimbangan asam basa, cairan dan elektrolit tubuh.

IV. 1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Urogenital
Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak dirongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial, ginjal kanan biasanya terletak lebih rendah dibanding ginjal kiri. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.
Besar dan berat ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung pada jenis kelamin, dan umur. Ukuran ginjal pada orang dewasa memilki panjang sekitar 11,5 cm, lebar 5-7,5 cm dan tebal 3,5 cm. Beratnya bervariasi antara 120-170 gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.

Fungsi ginjal
1.Membuang sampah nitrogen dan racun dari dalam tubuh
2.Mengatur kadar zat kimia dari dalam tubuh
3.Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh, mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH (anti diuretic hormone)
4.Mengatur tekanan darah dengan cara mensekresikan renin
5.Mempengaruhi produksi eritrosit dengan cara menghasilkan eritroprotein
6.Mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D.

Struktur di sekitar ginjal
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibris tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa. Disebelah kranial terdapat glandula adrenal / suprarenal. Disebelah posterior ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal dan tulang rusuk ke XI & XII. Disebelah anterior dilindungi oleh intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pangkreas, jejeunum, dan kolon.

Struktur ginjal
Secara makroskopik ginjal terdiri dari :
1.Korteks ginjal : permukaan ginjal, (terdapat berjuta-juta nefron)
2.Medula : bagian tangah ginjal
3.Piramid : bagian medula yang berbentuk segitiga
4.Papila : ujund dari piramid
5.Pelvis : bagian perpanjangan dari ujung atas ureter yang terletak didalam ginjal
6.Kaliks : sekat yang membagi pelvis ginjal

Kedua ginjal mengandung kira-kira mengandung 2.400.000 nefron, dan tiap nefron dapat membentuk urin sendiri. Dengan bertambahnya umur, maka jumlah nefron juga akan terus mengalami penurunan hingga 50%. Nefron merupakan unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri dari :
1.Glomerulus (tempat cairan difiltrasi).
2.Kapsula Bowman (lapisan pembungkus glomerulus dan tempat menampung filtrat yang telah difiltrasi di glomerulus).
3.Tubulus (struktur yang berbentuk tabung yang terdiri dari tubulus konvolutus proksimal, ansa henle, tubulus konvoltus distal, dan duktus kolektivus).

Darah yang membawa sisa–sisa hasil metabolisme tubuh akan difiltrasi di dalam glomerulus, darah memasuki glomerulus dari ateriol aferen dan kemudian meninggalkannya melalui ateriol eferen. Cairan difiltrasikan kedalam kapsula bowman lalu mengalir kedalam tubulus proksimal. Kemudian cairan tersebut mengalir kedalam ansa henle, ansa yang sangat dekat dengan medula ginjal disebut nefron jukstameduler. Dari ansa henle cairan tersebut mengalir melalui tubulus distalis. Akhirnya cairan tersebut mengalir kedalam duktus kolektivus, yang mengumpulkan cairan dari beberapa nefron dan bermuara ke dalam sistem pelvikales ginjal.
Sistem pelvikales ginjal terdiri atas :
1.Kaliks minor
2.Infundibulum
3.Kalik mayor
4.Pelvis renalis
Mukosa sistem pelvikales terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urin sampai ke ureter.
Beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami rearbsorsi dan zat-zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urin. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan hanya menghasilkan urin 1-2 liter atau hanya sekitar 1% dari jumlah cairan tubuh yang difiltrasi.

Fungsi nefron
Fungsi dasar nefron adalah untuk membersihkan átau clearance plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki ketika plasma darah tersebut mengalir melalui ginjal. Zat-zat yang harus dikeluarkan terutama meliputi produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat, dan urat. Di samping itu banyak zat lain seperti ion natrium, ion kalium, ion klorida, dan ion hidrogen yang terkumpul di dalam tubuh dan dalam jumlah yang berlebihan juga akan dibersihkan oleh nefron. Ada dua mekanisme nefron dalam membersihkan plasma.
Mekanisme pertama melalui proses filtrasi di glomerulus, kemudian merearbsorsi kembali zat-zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh dan mengeluarkan zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh melalui urin.
Mekanisme yang kedua adalah setelah melalui proses filtrasi di glomerulus, nefron membersihkan plasma dari zat-zat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dengan sekresi.

Filtrasi Glomerulus
Darah yang mengalir melewati glomerulus akan mengalami ultrafiltrasi melalui membran glomerulus yang terdiri dari dinding kapiler glomerulus (selapis endotel), membran basal, dan lapisan dalam kapsul Bowman (podosit).
Dinding kapiler glomerulus yang terdiri dari selapis endotel gepeng, memiliki lubang-lubang dengan banyak pori-pori besar, atau fenestra, yang membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut dibandingkan kapiler ditempat lain.
Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural, sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil. Walaupun protein plasma yang lebih besar tidak dapat di filtrasi karena tidak dapat melewati pori-pori di atas, pori-pori di atas cukup besar untuk melewatkan albumin, protein plasma terkecil. Namun, karena glikoprotein bermuatan negatif akan menolak albumin dan protein plasma, karena mereka bermuatan negatif.
Lapisan terakhir glomerulus adalah lapisan dalam kapsul bowmen, terdiri dari sel podosit, sel mirip gurita yang mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak tonjolan memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan podosit didekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan disebut celah filtrasi, membentuk jalan bagi cairan untuk keluardari kapiler glomerulus dan masuk ke lumen kapsul bowmen.
Terdapat 3 gaya fisik yang terlibat dalam filtrasi glomerulus, yaitu:
1.Tekanan darah kapiler glomerulus,
2.Tekanan osmotik koloid plasma,
3.tekanan hidrostatik kapsul Bowman.
Tekanan darah kapiler glomerulus dalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekanan ini akhirnya bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi arteriol aferen dan eferen terhadap aliran darah. Tekanan darah kapiler glomerulus, yang diperkirakan bernilai rata-rata 55 mmHg, lebih tinggi daripada tekanan darah kapiler di tempat lain, karena garis tengah arteriol aferen lebih besar daripada garis tengah arteriol eferen. Karena darah lebih mudah masuk ke kapiler glomerulus melalui arteriol aferen yang lebih lebar dan lebih sulit keluar melalui arteriol eferen yang lebih sempit, tekanan darah kapiler glomerulus meningkat akibat terbendungnya darah di kapiler glomerulus. Selain itu, karena tingginya resistensi arteriol eferen, tekanan darah tidak mengalami kecenderungan menurun disepanjang kapiler glomerulus. Tekanan darah glomerulus yang meningkat dan tidak menurun ini cenderung mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsul Bowman di keseluruhan panjang kapiler glomerulus dan merupakan gaya utama yang menghasilkan filtrasi glomerulus.
Tekanan osmotik koloid plasma ditimbulkan oleh distribusi protein-prtein plasma yang tidak seimbang di kedua sisi membran glomerulus. Karena tidak dapat difiltrasi, protein-protein plasma terdapat di kapiler glomerulus tetapi tidak ditemukan di kapsul Bowman. Dengan demikian, konsentrasi H2O di kapsul Bowman lebih tinggi daripada konsentrasinya di kapiler glomerulus. Akibatnya adalah kecenderungan H2O untuk berpindah secara osmotis mengikuti penurunana gradien konsentrasinya dari kapsul Bowman ke kapiler glomerulus melawan filtrasi glomerulus. Tekanan osmotik yang melawan filtrasi ini rata-rata besarnya 30 mmHg, yang sedikit lebih tinggi daripada di kapiler lain di tubuh. Tekanan ini lebih tinggi karena H2O yang difiltrasi ke luar dari darah glomerulus jumlahnya cukup banyak, sehingga konsentrasi protein plasma lebih tinggi dibandingkan di tempat lain.
Cairan di dalam kapsul Bowman menimbulkan tekanan hidrostatik (cairan) yang diperkirakan besarnya sekitar 15 mmHg. Tekanan ini yang cenderung mendorong cairan keluar dari kapsul Bowman, melawan filtrasi cairan dari glomerulus ke dalam kapsul Bowman.

Reabsorbsi Tubulus
Zat-zat yang dibutuhkan tubuh perlu direabsorbsi dari lumen tubulus ke dalam kapiler peritubulus. Untuk dapat direabsorbsi, suatu bahan harus melewati lima sawar terpisah:
1.Menembus membran sel luminal tubulus
2.melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya
3.menembus membran sel basolateral
4.melalui cairan interstisium dengan cara berdifusi
5.bahan itu harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasma darah.
Proses reabsorbsi ini berlangsung melalui mekanisme transpor aktif dan pasif. Suatu mekanisme disebut aktif bila zat berpindah melawan perbedaan elektrokimia dan membutuhkan energi atau ATP (misal, 3Na+/ 2 K+ ATPase). Mekanisme transpor disebut pasif bila zat yang direabsorbsi bergerak mengikuti perbedaan elektrokimia yang ada. Selama perpindahan zat tersebut tidak dibutuhkan energi.
Air, urea, dan klorida direabsorbsi melalui transpor pasif. Selainnya melalui transpor aktif. Dengan berpindahnya sejumlah ion natrium yang bermuatan positif keluar lumen tubulus, maka ion klorida yang bermuatan negatif harus menyertai untuk mencapai kondisi listrik yang netral. Keluarnya sejumlah besar ion dan non elektrolit dari cairan tubulus proksimal menyebabkan cairan mengalami pengenceran osmotik dan akibatnya air berdifusi ke luar tubulus dan masuk ke peritubuler. Urea kemudian berdifusi secara pasif mengikuti perbedaan konsentrasi yang terbentuk oleh reabsorbsi air.

Sekresi Tubulus
Zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh akan disekresi. Contoh zat yang disekresi, ion hidrogen, ion kalium, asam organik seperti para-amino-hipurat dan penisilin serta kreatinin.
Sekresi H+ ginjal sangatlah penting dalam pengaturan keseimbangan asam-basa tubuh. Ion hidrogen dapat ditambahkan ke cairan filtrasi melalui proses sekresi di tubulus proksimal, distal, dan pengumpul. Tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman cairan tubuh. Sebaliknya, sekresi H+ berkurang apabila konsentrasi H+ di dalam cairan tubuh terlalu rendah.
Sekitar 90% dari bikarbonat direabsorpsi secara tak langsung dari tubulus proksimal melalui pertukaran Na+ - H+. H+ yang disekresikan ke dalam lumen tubulus akan berikatan dengan HCO3- yang terdapat dalam filtrat glomerulus sehingga terbentuk H2CO3. Kemudian berdisosiasi menjadi CO2 + H2O. CO2 dan H2O berdifusi keluar lumen tubulus, masuk ke sel tubulus. Dalam sel tubulus tersebut karbonik anhidrat mengatalisis reaksi CO2 maupun H2O untuk membentuk H2CO3. H2CO3 berdisosiasi menjadi HCO3- yang masuk ke peritubular dan H+ yang disekresikan kembali.

Keseimbangan Asam-Basa
Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan cairan tubuh lainnya. Satuan derajat keasaman adalah pH:
pH 7,0 adalah netral
pH diatas 7,0 adalah basa (alkali)
pH dibawah 7,0 adalah asam.
Suatu asam kuat memiliki pH yang sangat rendah (hampir 1,0); sedangkan suatu basa kuat memiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0). Darah memiliki pH antara 7,35-7,45. Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena perubahan pH yang sangat kecilpun dapat memberikan efek yang serius terhadap beberapa organ.
Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-basa darah:
1.Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk ammonia. Ginjal memiliki kemampuan untuk merubah jumlah asam atau basa yang dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
2.Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu penyangga pH bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu larutan. Penyangga pH yang paliing penting dalam darah menggunakan bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan dengan karbondioksida (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.
3.Pembuangan karbondioksida. Karbondioksida adalah hasil tambahan penting dari metabolisme oksigen dan terus menerus yang dihasilkan oleh sel. Darah membawa karbondioksida ke paru-paru dan di paru-paru karbondioksida tersebut dikeluarkan (dihembuskan). Pusat pernafasan di otak mengatur jumlah karbondioksida yang dihembuskan dengan mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan.Jika pernafasan meningkat, kadar karbon dioksidadarah menurun dan darah menjadi lebih basa. Jika pernafasan menurun, kadar karbondioksida darah meningkat dan darah menjadi lebih asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah menit demi menit.

Ketidakseimbangan Asam-basa
Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian pH tersebut, bisa menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis.
Asidosis adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan menurunnya pH darah. Alkalosis adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan meningkatnya pH darah.
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis merupakan petunjuk penting dari adanya masalah metabolisme yang serius. Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik, tergantung kepada penyebab utamanya. Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa oleh ginjal. Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit paru-paru atau kelainan pernafasan.
Asidosis Respiratorik
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Pada asidosis respiratorik pH <> 40, dari normalnya adalah 35-45.
Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
Penyebab :
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida secara adekuat.
Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti:
Emfisema
Bronkitis kronis
Pneumonia berat
Edema pulmoner
Asma.
Asidosis Metabolik
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Asidosis metabolik dapat dilihat dari pH <> 7,45 dan HCO3- > 24, dari normalnya adalah 22-26.
Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah:
rasa nyeri
sirosis hati
kadar oksigen darah yang rendah
demam
overdosis aspirin.
Alkalosis Metabolik
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat. Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam. Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut). Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah. Alkalosis metabolik dapat dilihat dari pH > 7,45 dan HCO3- < 24, dari normalnya adalah 22-26.
Penyebab utama akalosis metabolik:
Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).

DAFTAR PUSTAKA
1.Sherwood, Lauralee, 2001, Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, edisi 2, EGC, Jakarta.
2.Price A, Wilson, 2005, Patofiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6, jilid 1, EGC, Jakarta.
3.Guyton & Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9, cetakan 1, EGC, Jakarta.
4.Purnomo, Basuki B., 2003, Dasar-Dasar Urologi, edisi 2, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.